Sabtu, 22 Februari 2014

Sekelumit kisah "Pilu" dari Palestina

Aisyah
( cerita ini adalah kisah nyata yg pernah aku dengar, sedang aisyah adalah nama samaran )

Di suatu pagi disebuah sekolah dipalestina, berkumpullah seluruh guru di kantor sekolah, pagi itu kepala sekolah memerintahkan kepada para guru untuk memeriksa seluruh tas semua murid, kepala sekolah menjelaskan kalau pemeriksaan ini adalah perintah dari pusat untuk mencegah aksi terorisme
Dan dilakukanlah pemeriksaan dari satu kelas ke kelas lainnya, semuanya berjalan lancar, sampai pemeriksaan itu tiba dikelas aisyah


" anak- anak sebelum pelajaran dimulai, ijinkan kami untuk memeriksa isi tas kalian semua, ini perintah kepala sekolah dan akan terus dilakukan sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.." kata salah satu guru


Lalu dimulailah pemeriksaan dari ujung satu persatu, wajah aisyah memucat dia memegang tasnya dengan erat, tampak kalau dia tidak akan mau kalau tasnya diperiksa
Ketika pemeriksaan itu akan tiba pada gilirannya aisyah mulai menangis, dia memandang dengan nanar kepada para guru dan semua temannya


" ayo dibuka tasnya...." ucap gurunya
" tidak..." ucap aisyah dengan menangis
Para guru mulai curiga dan dengan agak memaksa untuk memeriksa isi tas aisyah
" ayo dibuka..." kata salah satu guru lainnya
" tidak...tidak....jangan dibuka tasku...." jerit aisyah


Para guru dikelas lain yang mendengar keributan mulai berdatangan mengelilingi aisyah, dan mencoba membujuk aisyah untuk membuka tasnya, aisyah tetap tidak mau dan tangisnya semakin menjadi- jadi


Akhirnya atas inisiatif salah satu guru, aisyah dibawa ke ruang kepala sekolah untuk lebih intensif melakukan pemeriksaan
Aisyah dengan berurai air mata berjalan menunduk menuju ke ruang kepala sekolah
" ya Allah.....akankah mereka akan tahu rahasiaku....." bathin aisyah
Setelah tiba diruangan kepala sekolah aisyah disuruh duduk, bapak kepala sekolah duduk didepannya sedang para guru berdiri mengitarinya


Setelah menenangkan aisyah, kepala sekolah dengan suara lembut menyuruh aisyah untuk membuka tasnya, aisyah menunduk dan mulai menangis lagi
" ayo dibuka gak apa-apa ..." rayu kepala sekolah


Dengan tangan gemetar.aisyah membuka isi tas nya, dan dengan air mata bercucuran aisyah mengeluarkan isi tasnya, tampak ditangan aisyah ada sisa roti yang habis dimakan


" ini hanya roti yang saya kumpulkan dari sisa makanan teman-teman sewaktu istirahat tadi, sebagian saya makan dan sebagian saya bawa pulang untuk makan ibuku dan adikku..." kata aisyah dengan berurai air mata
"kami orang miskin, ayah sudah mati dimedan perang sedang ibu tidak mampu untuk berkerja, saya mengumpulkan sisa makanan tiap hari untuk mereka, kadang kalau dapat banyak bisa untuk makan malam kami, sehingga kami bisa nyenyak dengan perut yang agak kenyang...." ucap aisyah lagi karena menahan tangisannya


Pecahlah tangis seluruh guru diruangan tersebut, kepala sekolah aisyah tampak menundukkan kepala, terlihat pundaknya berguncang menahan tangis

*akupun menangis ketika menulis ini


by : Damar Kasaenan

KH. Zainuddin Mojosari



Dia mengetahui masa depan seseorang, tapi dia tidak berhasil meyakinkan muridnya agar menggantikannya memimpin pesantren. Ketika menjadi santri di pesantren Langitan, Tuban, Kiai Zainuddin yang asal Padangan, Bojonegoro diambil menantu oleh pengasuh pondok tersebut, dan diminta untuk meneruskan kepemimpinan Pondok Mojosari. Ini merupakan tradisi di kalangan para ulama. Dengan demikian, Zainuddin merupakan urutan kelima pondok tersebut sejak KH Ali Imron, sang pendiri, di bawah kepemimpinannya, Ponpes Mojosari mencapai kejayaannya.
Pada gilirannya, Kiai Zainuddin pun mengikuti tradisi tersebut dengan mengambil murid terpandai sebagai menantu. Dan murid itu adalah Jazuli Utsman, tapi sang murid menolak dengan alasan akan membuka pesantren di Ploso tempat kelahirannya. Ketika hal itu sampai ke telinga KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, ulama kharismatis ini berkunjung ke Mojosari dan berusaha menjernihkan masalah. “Anda harus bangga punya murid yang bisa mandiri dan membuka pesantren sendiri. Relakan dia berkiprah di kampungnya.” Tutur Hadratus Syaikh lembut. Maka cairlah kesalahpahaman itu, dan dia memberi restu kepada Jazuli, murid kebanggaanya itu.
Meski di kenal sebagai Waliyullah, kegiatan KH Zainuddin sehari-hari tak jauh berbeda dengan petani pada umumnya, tapi ia terkenal sangat disiplin dan istiqamah. Jam 22.00 setelah selesai mengajar dimalam hari, sang kiai istirahat hingga jam 02.00 lalu shalat tahajjud, membaca Al Qur’an atau melakukan ibadah-ibadah lain yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah hingga menjelang subuh. Namun adakalanya, sembil menanti subuh, dia berputar-putar mengelilingi pekarangan yang banyak ditumbuhi pohon buah-buahan, dikumpulkannya buah sawo, jambu dan buah-buahan lainnya yang berjatuhan untuk makanan ternak. Setelah itu barulah dia membangunkan para santri di pondok dengan menyebut nama mereka satu per satu.
Usai shalat Subuh, kegiatan dilanjutkan dengan pengajian, dari kitab yang kecil maupun besar. Sekitar jam 07.00 diambilnya sapu lidi, dan dengan sigap ia membersihkan halaman rumah sampai ke kandang kuda, sapi, kambing dan ayam. Kalau perlu, dia juga turut memberi makan binatang-binatang ternak piaraannya, kiai Zainuddin termasuk penyayang binatang dan rajin menjaga kebersihan lingkungan. Dia juga pengamal dan penganjur sunnah Rasul. Itu terlihat dari nasihatnya kepada para santri agar tidak melupakan ayat “ Ata’murunannasa bil birri wa tansauna anfusakum”, yang artinya “Apakah kamu perintahkan orang lain untuk berbuat baik padahal kamu melupakan dirimu sendiri”.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Kiai Zainuddin bekerja keras, mengayun cangkul, menanam singkong, jagung atau pisang. Dan untuk keperluan kesehatan, dia juga membuat apotek hidup dihalaman rumahnya. Pada suatu hari, KH. Hasyim Asy’ari membuat surat edaran untuk meluruskan kegiatan perayaan maulid Nabi, berhubung maulidan di pesantren Mojosari dinilai kurang islami. Konon, para santri Mojosari menggelar pertunjukan wayang wong, ketoprak, kuda lumping dan pencak silat ketika mengadakan maulidan. Ketika surat itu akan dikirim, malam harinya kiai Hasyim bermimpi, alim ulama seluruh Indonesia shalat berjama’ah di sebuah masjid. Dengan jelas dia melihat bahwa yang menjadi imamnya adalah KH Zainuddin Mojosari, maka dia mengurungkan niatnya mengedarkan surat edaran tersebut karena segan dan sangat menghargai kiai Zainuddin. Ini menunjukan betapa tingginya posisi KH Zainuddin di mata ulama lainnya. Ini adalah `adah atau keluarbiasaan sang kiai.
Keluarbiasaan yang lain, demikian tingginya mata batin kiai Zainuddin, sehingga dia dapat mengetahui muridnya bakal menjadi ulama besar, itu terjadi pada diri Jazuli Utsman, anak Muhammad Utsman, seorang naib dari Desa Ploso, Kediri. Konon, Jazuli sudah berada di Batavia untuk masuk Stovia, sekolah kedokteran tempo dulu. Ketika Kiai Zainuddin mengetahui hal itu, ia segera menemui naib Utsman dan minta agar Jazuli ditarik pulang. “Dia tidak cocok sekolah disana,” ujarnya mengingatkan. Karena yang menyuruh adalah seorang kiai besar, Naib Utsman tidak berani menolak, dikirimnya surat ke Batavia dengan pesan agar Jazuli segera pulang atas saran Kiai Zainuddin. Jazuli sendiri ketika menerima surat itu dapat memahami keputusan tersebut dengan legawa, meski ia telah bermukim disana selama beberapa bulan.
Kenyataannya memang demikian, Jazuli Utsman akhirnya dikenal sebagai ulama, pemimpin Pondok Pesantren Ploso, Kediri. “Cepat datang ke mojosari” perintahnya kepada Jazuli, sebab dia tinggal di luar pondok karena kemampuan finansialnya tidak mengizinkan tinggal di pondok. “saya tidak punya uang, kiai” jawab Jazuli polos. “Sudahlah, nanti kamu akan menjadi blawong” kata pak kiai. Jazuli tidak mengerti apa arti blawong, makanya dia diam saja. Yang terpikir di benaknya adalah posisinya yang serba sulit. Kalau masuk ke pondok, kiriman uang dari rumah tidak cukup, tapi kalau tetap di luar pondok, berarti tidak taat pada gurunya. Oleh karena itu, predikat blawong hanya melintas sekilas di benaknya. Ia tahu bahwa kiai sering memanggil para santri dengan nama julukan daripada nama sebenarnya. Dan julukan itu dibuat sang kiai sesukanya sendiri. Namun hal itu bukan di anggap kelakar, karena di yakini dapat menembus hal-hal yang bersifat batiniah, termasuk masa depan santrinya.
Sumber yang lain mengungkapkan, sebelum Jazuli di Ploso dan mengatakan, “Jazuli itu nanti akan jadi blawong, jadi agar di perhatikan kebutuhannya. ” Uniknya ketika Jazuli menghadap kepadanya, bukannya Jazuli yang menyampaikan salam dari orang tuanya, melainkan Kiai Zainuddin yang mengawali pembicaraan dengan kata-kata, “salam dari ibu bapakmu.” Rupanya permintaan Kiai Zainuddin agar Jazuli pindah ke pondok, bukan basa-basi. Sampai tiga kali hal itu di kemukakan, sehingga akhirnya Jazuli tinggal di pondok menanti perintah gurunya. Ia di tempatkan disebuah kamar bersama tiga santri lainnya yang merupakan murid-murid kesayangannya. Kelak, mereka ini menjadi kiai yang sukses di desanya masing-masing.
Nama kiai Jazuli Utsman sangat terkenal, dan jauh-jauh hari telah di ketahui oleh Kiai Zainuddin bahwa ia bakal menjadi seorang ulama besar, dengan menjulukinya blawong, ternyata blawong adalah nama panggilan seekor burung perkutut mahal yang bunyinya sangat indah dan merdu di kerajaan Majapahit, sehingga semua orang menyimak kicaunya. Ketenaran Kiai Zainuddin menjadi daya tarik masyarakat awam untuk datang ke pesantrennya. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru, minta doa dan berkah serta keselamatan.

Jumat, 21 Februari 2014

Yaa Rosul, we love You Full....

Pernah suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menangis sepanjang malam.
Apa yang membuat beliau menangis sepanjang malam? Apakah istri? Anak keturunan? Harta benda dan kebun-kebun?
Ternyata bukan karena hal-hal duniawi tersebut.. Beliau menangisnya karena dalam shalatnya beliau membaca Al-Qur’an Surah Al-Ma’idah ayat 118 yang menceritakan do'a untuk umatnya, untuk kita.. Beliau shalat sambil menangis hingga waktu Shubuh tiba..
Beliau terus mengulang-ulang ayat tersebut.
“Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-MU, dan jika
Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Kemudian beliau memanjatkan kedua tangan seraya berdoa, “Ya ALLAH, umatku ..
umatku ..”
Lalu beliau menangis tersedu-sedu. ALLAH Subhanahu Wata’ala berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, pergi dan temuilah Muhammad. Tuhanmu Maha Mengetahui. Sekarang tanyakan kepadanya, kenapa dia menangis?”
Jibril pun menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk menanyakan sebab musabab beliau menangis. Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam berterus terang kepada Jibril mengenai kekhawatiran beliau pada umat beliau. Jibril pun melaporkan pengaduan Rasulullah itu kepada ALLAH.. ALLAH menjawab, “Sekarang, pergi dan
temui Muhammad. Katakan padanya bahwa Aku meridainya untuk memberikan syafa'at kepada umatnya dan Aku tidak akan berbuat buruk kepadanya (selama tidak menyekutukan Allah).” (HR. Muslim dan Ath-Thabari)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, manusia mulia itu, laki-laki agung itu, menangis dalam shalatnya. Menangis memohon ampunan untuk umatnya, kita..

SubhanALLAH.. Sungguh besar cinta
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada kita. Bagaimana dengan kita?

Rindu kami padamu ya Rasul.. Semoga Shalawat serta Salam Senantiasa ALLAH limpah curahkan kepadamu, Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam,kepada Keluarganya, Sahabat2nya, dan Kita juga sebagai umatnya semoga Mendapat Syafa'at Beliau kelak di Hari Kiamat..


by : Muhammad Shofiey El-Hatiey