Kamis, 05 Juli 2012

Al Maghurlah KH. Asy'ari Ahmad (Allahu Yarhamuh)


Asy’ari Ahmad adalah anak pertama dari 14 bersaudara, beliau dilahirkan pada 10 April 1939 dari pasangan H. Ahmad dan Hj. Nur Maimunah. Ayahnya merupakan seorang petani & kusir dokar yang  juga merangkap sebagai sekretaris desa pada waktu itu. Asy’ari mengenyam pendidikan untuk pertama kali di Sekolah Rakyat setingkat dengan Sekolah Dasar, setelah tamat dari SR  selama 6 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dibawah asuhan Mbah Idris (menantu KH. Hasyim Asy’ari) selama belasan tahun,  beliau nyantri di Tebuireng bersama dengan tiga saudaranya (Fathah, M Ali Gauzi, Suhaimi),

Karena kondisi ekonomi keluarga yang pas-pas-an ditambah dengan jumlah keluarga yang cukup besar beliau menjadi terbiasa dengan segala keterbatasan, beliau pernah menjadi buruh masak kepada teman-temannya, ikut mengajar di Madrasah Ibtidaiyah di desa Keras yang tidak jauh dari Tebuireng. Sehingga keseharian beliau sewaktu dipondok menjadikan beliau terbiasa dengan keadaan yang serba sederhana ketika sudah dirumah.

Setelah menuntaskan belajar di Tebuireng beliau kembali ke rumah, tidak lama setelah itu beliau mengajar di MI Ma’arif Legok & MI Ma’arif Gempol, kemudian pada tahun 1964 beliau menikah dengan seorang perempuan tetangga desa yang bernama Nur Hasanah, dari pernikahan ini beliau memiliki dua orang putri yakni Wiwik Wahyuni, dan Lilik Lutfiyah. Mengingat kebutuhan setelah menikah lebih besar maka beliau disamping mengajar juga berdagang makanan-makanan pokok seperti beras, kedelai, jagung, ubi, dll, ditambah juga penghasilan dari toko  kecil di depan rumah.

Beliau juga aktif di organisasi islam Anshor, sewaktu pemberontakan G30S PKI  beliau turut aktif berjuang melawan gerakan PKI. Pada tahun 1970, berawal dari pamannya yang bernama H. Arsyad yang berwasiat kepada istrinya Hj Fatimah untuk mengajak Asy’ari  pindah ke desa Gempol guna mengajar ngaji dan menadhiri musholla. Setelah pindah ke Gempol, Asy’ari bersama istri mengajar al-qur’an kepada pemuda2 sekitar desa. Semenjak di Gempol beliau tidak lagi berdagang makanan pokok, melainkan berdagang emas. Akan tetapi semenjak berdagang emas beliau banyak meningalkan aktivitas rutin beliau sebagai guru ngaji, pada akhirnya abahnya meminta Asy’ari untuk tidak usah lagi berdagang emas, agar fokus mengajar ngaji, termasuk ulama’ kharismatik atau orang Gempol biasa menyebut wali yaitu Mbah Ali Mas’ud Kedungcangkring yang sekarang makamnya di Desa Pagerwojo Sidoarjo yang banyak diziarohi oleh kaum muslimin meminta kepada Asy’ari “Tolong aku tukokno urang payamahan”, kemudian beliau merenungkan alamat apa yang disampaikan oleh Mbah Ud. Baru kemudian Asy’ari dapat menerjemahkan alamat tersebut setelah kehilangan emas dagangannya sebanyak 1 kg lebih, setelah itu beliau kembali lagi sebagai guru dan terus mengajar ngaji
Semakin lama semakin banyak pemuda yang ikut mengaji kepada beliau, bahkan dari desa lain pun juga berdatangan untuk mendapatkan ilmu dari beliau. Bahkan tidak jarang dari para santri yang ikut bermalam di rumah beliau yang kemudian pulang pada sore harinya. Di mulai pada tahun 1983 ada beberapa santri yang menetap belajar di kerdiaman beliau, baru pada tahun 1985 pengajaran dirumah beliau di akte notariskan dengan nama yayasan Al-Arif, setelah itu pada tahun 1986 beliau membangun beberapa ruang untuk tempat tinggal & belajar para santri, sehingga berkembanglah sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar