Pages

Rabu, 18 Februari 2015

Keindahan Kasih Sayang


Sayyidi Al Habīb 'Umar Bin Hafidz:
"Sekali waktu, Imam Ahmad bin Hanbal sakit, dan Imam Syafi'i pergi menjenguknya. Ketika Imam Ahmad menjadi lebih baik (sehat), ganti Imam Syafi'i jatuh sakit.

Imam Syafi'i menulis dua baris puisi."orang yang kucintai jatuh sakit, jadi aku mengunjunginya. Dan aku menjadi sakit juga karena kesedihan ku melihatnya sakit, Kemudian kekasihku datang untuk mengunjungi ku dan akupun menjadi sembuh dari menatapnya" (melihat dia sehat)..

Lihatlah kasih sayang dan kelembutan diantara orang berilmu ini ...
Berapa banyak perbedaan pandangan dalam keilmuan agama antara mereka berdua? perbedaan tidak membuat mereka bermusuhan namun mempertebal rasa saling cinta dijalan Allah antara mereka berdua..

Jumat, 13 Februari 2015

KH ZAINUDIN MOJOSARI : ANTARA SURAT DAN KUDA SANG GURU


Cerita ini terjadi pada waktu KH Zainudin masih mudah dan mondok di mojososari. Pada waktu itu pengasuh pondok K H Ali Imron mengutus Zainudin ( muda ) untuk mengantarkan surat kepada KH Ihsan Jampes Kediri.
KH Ali Imron : den, tulong surat iki aturno karo yai ihsan jampes kediri
Zainudin : engge...
KH Ali Imron : yen ngeterke surat ko gowo jaran neng kandang mburi kae...
Zainudin : engge yai...
Berangakatlah Zainudin ke kediri untuk mengantarkan surat kepada KH Ihsan Jampes Kediri. Dalam perjalanan zainudin berjalan tidak mau naik kuda, kalau kudanya berhenti zainudin berhenti jika kuda nya tidur di kipasi dan di pijeti kakinya. Dalam perjalanan antara nganjuk sampe kediri 15 hari itu belum pulang pergi.
Sampaila zainudin di kediamaan yai ihsan jampes kediri
Zainudin : yai panejengan angsal surat sangking yai imron
KH Ihsan : awakmu ko nganjuk tekan kediri pirang dino
Zainudin : 15 dinten
KH Ihsan : opo gak di gawani jaran
Zainudin : engge di betani jaran
KH Ihsan Jampes : opo gak kok tumpai
Zainudin : mboten, ungele yai imron ken mbeto mboten ken numpaki, engge kulo beto mawon
( Aku gumun jarane kok iso ngerti omahe yai ihsan jampes : hati saya )
KH Ihsan : iya iya....
Zaiundin : ( meneng )
KH Ihsan : wes iki tak balesi surate aturno karo KH Imron isene MANTUMU YO SENG NGGOWO JARAN MRENE ( kediri )
Zainudin : engge....
Sampe di pondok KH Zainudin di angakat menjadi menantu KH Ali Imron dan menjadi penerus Pondok Mojosori
Inilah bukti tawadhu' seorang santri kepada gurunya dan akan di angkat menjadi waliyulloh

Cobaan Hidup



تعب ابن الإمام احمد فقال لأبيه:
متى الراحة يا أبتاه من هذه الدنيا؟
قال: لا راحة حتى تضع رجلك اليُمنى في الجنة

Suatu saat putra dari imam Ahmad merasakan payah, lalu beliau bertanya kepada ayahnya : Kapan kita merasakan nyaman di dunia ini wahai ayahku?. Sang ayah menjawab : Tidak ada kenyamanan di dunia ini hingga engkau meletakkan kaki kananmu kedalam surga.

قال رسول الله ﷺ :
" لا يَزَالُ الْبَلاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ  وَمَالِهِ وولده حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ

Nabi Muhammad SAW bersabda : Tidak akan pernah hilang cobaan bagi orang-orang mukmin laki-laki maupun perempuan baik cobaan ditubuhnya, hartanya, dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah SWT dan kenikmatan-kenikmatan surga.

إذا أغلقت أمامك الأبواب, وردك الحُجّاب, فتوضأ وادخل المحراب.

Jika pintu-pintu didepanmu telah terkunci dan engkau telah dihalang-halangi, maka berwudhulah, lalu masuklah musholla/masjid.


Dialog Imajiner antara Aswaja dengan Wahabi



Berikut adalah dialog imajiner antara seorang Wahhabi bernama Syaikh al-'Arifi dengan santri yang mumpuni. Dalam hal ini, adalah Ust. Ibnu Abdillah Al Katibi :

Syaikh : Kamu membaca al-Quran di sini ? faedah apa yang kamu dapati membaca al-Quran di kuburan
Saya : Sangat banyak ya syaikh, di antaranya selain saya mendapat pahala membaca al-Quran, saya pun mendapat pahala ziarah, mengingat kematian, mengingat akherat sebagaimana anjuran Nabi : “ Ziarahlah kubur, karena akan mengingatkanmu pada akherat “, dan banyak lagi faedahnya.

Syaikh : siapa yang mengajarkanmu ini ?
Saya : Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkanku dan juga para ulama salaf serta jumhur ulama madzhab dan kaum muslimin.

Jika syaikh bertanya mana dalilnya ?
Saya jawab : Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Dahulu saya melarang kalian menziarahi kubur, sekarang telah diizinkan dengan Muhammad untuk berziarah pada kubur ibunya, karena itu berziarah lah ke perkuburan sebab hal itu dapat mengingatkan pada akhirat”. (HR. Muslim (lht.shohih Muslim jilid 2 halaman 366 Kitab al-Jana’iz), Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Ahmad).
Jika syaikh bertanya mana dalil membaca Quran di kuburan ?
Saya jawab : Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اقرءوا يس على موتاكم 
“Bacalah surat Yaasiin untuk orang yang mati di antara kamu.” (Riwayat Imam Abu Dawud; kitab Sunan Abu Dawud, Juz III, halaman 191)
Asy-syaukani berkomentar :
واللفظ نص في الأموات وتناوله للحي المحتضر مجاز فلا يصار إليه إلا لقرينة
“ Lafazd hadits tsb berkenaan pada mayit, mengarahkannya pada orang yang sekarat menjelang wafat adalah majaz, maka tidak boleh diarahkan ke sana kecuali ada qarinah “. (Nail al-Awthar : 2/679).
Al-Faqih al-Hanbali al-Ushuli al-Mutqin al-‘allamah Qadhi qudhah, Ibnu an-Najjar berkomentar :
الحديث يَشْمَلُ الْمُحْتَضَرَ وَالْمَيِّتَ قَبْلَ الدَّفْنِ وَبَعْدَهُ , فَبَعْدَ الْمَوْتِ حَقِيقَةٌ , وَقَبْلَهُ مَجَازٌ
“ Hadits tersebut mencangkup orang yang sekarat maupun sudah wafat, baik sebelum dimakamkan atau pun sudah dimakamkan. Setelah dimakamkan, maka itu adalah makna hadits secara hakikat (dhahir) dan sebelum dimakamkan, maka itu makna hadits secara majaz “ (Mukhtashar at-Tahrir syarh al-Kaukab al-Munir : 3/193)
Imam Nawawi berkata dalam Majmu’nya :
وَيُـسْـتَحَبُّ لِلزَّائِرِ اَنْ يُسَلِّمَ عَلىَ اْلمَقَابِرِ وَيَدْعُوْ لِمَنْ يَزُوْرُهُ وَلِجَمِيْعِ اَهْلِ اْلمَقْبَرَةِ. وَاْلاَفْضَلُ اَنْ يَكُوْنَ السَّلاَمُ وَالدُّعَاءُ بِمَا ثَبـَتَ مِنَ اْلحَدِيْثِ وَيُسْـتَـحَبُّ اَنْ يَقْرَأَ مِنَ اْلقُرْأٰنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوْ لَهُمْ عَقِبَهَا وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّاِفعِىُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ
“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)

Syaikh : Lebih bnyak mana faedah yang kau dapat ketika membaca Quran di masjid atau di kuburan ?
Saya : Adakah Nabi, sahabat dan ulama salaf membatasi membaca al-Quran di masjid saja?? Setelah apa yang saya sampaikan SEBAGIAN dalilnya di atas?

Syaikh : Maksud saya lebih afdhal mana membaca al-Quran di masjid dengan di kuburan ?
Saya jawab : Apakah anda menyangka kami tidak pernah membaca al-Quran di dalam masjid ?? kami membaca al-Quran di manapun tempat selain tempat-tempat yang dilarang. Para ulama salaf hingga jumhur ulama melakukan hal ini yakni sering membaca al-Quran di sisi makam para wali dan bertawassul. Apakah anda akan menyalahkan mereka atau bahkan menuduh mereka quburiyyun ya syaikh ?

Jika syaikh bertanya : siapa ulama yang anda maksud, bias anda sebutkan ?
Saya : al-hafidz al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad berkata : “ DARI Ubaidillah bin Abdurrahman bin Muhammad az-Zuhri, ia berkata :
"قبر معروفٍ الكرخي مجرب لقضاء الحوائج، ويقال: إنه من قرأ عنده مائة مرةٍ: {قل هو الله أحد} وسأل الله تعالى ما يريد قضى الله له حاجته".
“ Kubur Ma’ruf al-Kurkhi mujarrab untuk terlaksana hajat, dikatakan ; Bahwa barangsiapa yang membaca di samping makamnya surat al-Ikhlash 100 kali dan memohon kepada Allah apa yang ia inginkan, maka Allah akan menunaikan hajatnya “.
Abu Jakfar al-Hasyimi, syaikh Hanabilah (W 470 H) ketika wafat dan dimakamkan di samping makam imam Ahmad, maka banyak kaum Hanabilah yang membaca al-Quran di samping makamnya bahkan hingga khatam 10.000 kali. Lihat siyar a’lam an-Nubala : 18/547
 Jadi selain kami membaca al-Quran di masjid, maka kami pun juga membaca al-Quran di manapun seperti rubath, mushollah, di rumah, di toko, di pasar, di rumah sakit, di hotel atau di pekuburan. Dan kami juga bertawassul dan berdoa di sisi makam orang-orang sholeh. Karna makam orang sholeh termasuk tempat diijabahi doa oleh Allah, sebagaimana banyak dikatakan oleh ulama di antaranya
al-Hafidz al-Jazri dalam kitabnya Hishnul Hashin :
من مواضع إجابة الدعاء قبور الصالحين 
“ Di antara tempat-tempat pengabulan doa, adalah makam-makam orang-orang shalih “.
Al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikhnya berkata dari Abi Abdillah al-Mahamili bahwa ia berkata :
أعرف قبر معروفٍ الكرخي منذ سبعين سنةً، ما قصده مهموم إلا فرج الله همه 
“ Aku tahu makam Ma’ruf AL-Kurkhi sejak 70 tahun, tidaklah seorang yang susah mendatanginya, kecuali Allah melapangkan kesusahannya “.
Seorang ulama salaf bernama Ibrahim al-Harbi di mana imam Ahmad bin Hanbal pernah memondokkan putranya pada beliau, seorang Hafidz, Faqih dan Mujtahid pernah berkata :
قبر معروفٍ الترياق المجرب 
“ Kuburan Ma’ruf al-Kurkhi adalah obat yang mujarrab “,
al-Baghdadi mengomentarinya : “ Tiryaq adalah obat yang diracik dari berbagai bahan yang dikenal di kalangan para tabib masa lalu karena banyaknya manfaatnya, dan banyak macamnya. Al-Harbi menyerupakan makam Ma’ruf al-Kurkhi dengan obat di dalam banyaknya manfaat, maka seolah-olah
al-Harbi berkata : “ Wahai manusia, datanglah ke kuburan Ma’ruf al-Kurkhi dengan bertabarruk karena banyak manfaat yang akan diperoleh “.
Al-Khatib berkata dari Hasan bin Ibrahim al-Khallal, bahwa beliau berkata :
ما همني أمر فقصدت قبر موسى بن جعفرٍ فتوسلت به إلا سهل الله تعالى لي ما أحب 
“ Tidaklah ada satu perkara yang membuatku susah, lalu aku dating ke makam Musa bin Jakfar, kemudian aku bertawassul dengannya, maka Allah akan memudahkan apa yang aku inginkan “

Oleh : Ust. Ibnu Abdillah Al Katibi
Santri Sunni / Penulis Buku "Rekam Jejak Radikalisme Salafi Wahabi"


Selasa, 10 Februari 2015

RABI’AH AL-‘ADAWIYAH - Perempuan Ikon Cinta Tuhan





Rabi’ah al-‘Adawiyah. Namanya sering disebutkan sebagai Rabi’ah al-Qaisiyyah dari Basrah, Irak. Lahir tahun 180 H. Betapa populernya nama ini. Ia diingat orang, terutama dalam dunia sufisme, sebagai perempuan Ikon cinta Tuhan (al-Hubb al-Ilahi). Nama perempuan lain yang sering disebut kaum sufi falsafi adalah Layla bint Mulawwih, kekasih Qais yang kemudian terkenal dengan julukan “Majnun” (si gila). Dalam dunia filsafat Platonisme cinta semacam ini acap disebut dengan nama “Cinta Platonis”.

Hampir semua sufi besar menyebut nama Rabi’ah ini, baik dalam karya sastra prosa maupun puisinya. Tokoh perempuan ini mungkin paling banyak ditulis orang : para sastrawan dan para sufi besar. Beberapa tokoh yang menulis tentang Rabi’ah antara lain al-Jahizh, dalam “Al-Bayan wa al-Tabyin” , Abu Thalib al-Makki dalam “Qut al-Qulub” buku yang menginspirasi Imam Abu Hamid al-Ghazali, Abu al-Qasim al-Qusyairi dalam “al-Risalah”, Abd al-Rahman al-Sullami dalam “Dzikr al-Niswah al-Mut’abbidat al-Shufiyyat”, Ibn al-Jauzi, Farid al-Din al-Athhar dalam “Tadzkirah al-Awliya”, dan lain-lain. Belakangan filsuf Mesir terkenal; Abd al-Rahman Badawi menulis buku berjudul : “Rabi’ah al-‘Adawiyah Syahidah al-‘Isyq al-Ilahy” (Rabi’ah Adawiyah sang Sufi Martir). Belakangan Rabi’ah difilmkan seorang sutradara Mesir. Rabi’ah diperankan oleh penyanyi bersuara emas yang legendaries dan disebut sebagai “Kaukab al-Syarq” (bintang dari Timur).

Rabi’ah bermakna perempuan yang ke empat. Nama ini diberikan ayahnya, karena ia adalah anak perempuannya yang ke empat. Farid al-Din al-‘Atthar, sufi dan sastrawan besar, penulis buku yang sangat terkenal “Manthiq al-Thair” (Percakapan Burung), menulis kisahnya panjang lebar. Katanya, Rabi’ah lahir dari keluarga yang sangat miskin yang taat mengabdi kepada Tuhan. Kemiskinan keluarga itu sedemikian rupa, hingga manakala Rabi’ah lahir pada malam hari, rumah Ismail, ayahnya, gelap gulita, tanpa lampu. Untuk membeli minyak tanah bagi lampu juga tak punya. Bahkan konon ia tak juga punya kain/popok untuk membungkus jabang bayi merah itu. Manakala Ismail kemudian terpaksa harus mengetuk pintu demi pintu rumah tetangganya seraya berharap memeroleh bantuan sedikit minyak tanah, ia juga pulang dengan tangan kosong. Ia hanya bisa pasrah atas keberadaannya, sambil terus berdo’a kepada Tuhan siang dan malam.

Manakala Rabi’ah menjadi balita dan sudah bisa makan dengan tangannya sendiri, ia sering merenung seorang diri. Suatu hari dalam kesempatan makan bersama dengan ayah-ibu dan ketiga kakaknya, Rabi’ah diam saja. Tangannya tak mau mengambil makanan di hadapannya. Ketika sang ayah bertanya mengapa ia tak mau makan, Rabi’ah balik bertanya : “apakah makanan ini diperoleh dari cara yang halal?. Sang ayah, ibu dan kakak-kakaknya terperangah. Begitu dijawab “ya, dari cara yang halal”, ia kemudian mau makan.

Kisah selanjutnya. Keempat anak perempuan itu terpaksa mencari pekerjaan di kota Basrah, ibu kota Irak. Di tengah jalan ia ditangkap orang, lalu dijual kepada pemilik sebuah tempat hiburan malam. Di tempat itu ia bekerja sebagai peniup “Ney”, suling, dan akhirnya menjadi penyanyi. Rabi’ah adalah perempuan cantik dan bersuara merdu. Rumah hiburan itu tiba-tiba menjadi ramai pengunjung, dan pemiliknya mendadak menjadi kaya-raya. Bila malam telah larut, dan suasana di sekitar tempatnya menginap sepi, ia tak segera beristirahat. Rabi’ah justeru segera mengambil air wudhu dan shalat tahajjud berlama-lama. Ia mengadukan hidupnya kepada Tuhan. Rabi’ah shalat, berdo’a dan bermunajat dengan seluruh jiwa raganya sepanjang malam hingga fajar merekah. Konon, di suatu malam, kamar Rabi’ah berpendar cahaya. Tuan rumah melihat cahaya itu. Ia terperangah dalam kekaguman yang luruh. Esok harinya, Rabi’ah dibebaskan dan menjadi orang merdeka. Rabi’ah selanjutnya menempuh hidup sebagai “abidah”, pengabdi Tuhan. Ia menyusuri jalan cahaya, mengunjungi pengajian para sufi, di kota itu. Ia antara lain mengunjungi Hasan al-Basri, pemimpin para sufi terkemuka di zaman itu yang kepadanya hampir semua sufi sesudahnya berguru.

Banyak teman mengolok-olok sikap hidupnya itu. Mereka seperti tak setuju dengan jalan hidup barunya. Rabi’ah mengatakan : “O. Tuhan, mereka mencemoohku, lantaran aku mengabdi hanya kepada-Mu. Demi Kemuliaan dan Keagungan-Mu aku akan mengabdi kepada-Mu dengan seluruh darah dan nafasku”. Ia menggubah puisi :

يا ذا الذى وعد الرضا لحبيبه أنت الذى ما ان سواك أريد

Duhai Yang berjanji menyambut dengan riang kekasih-Nya
Duhai, Kau Yang tak ada yang lain yang aku harapkan

Rabi’ah juga acap mengunjungi ahli fiqh sekaligus sufi besar, Sufyan al-Tsauri, begitu pula sebaliknya, al-Tsauri sering mengunjunginya. Kedua saling belajar dan terlibat dalam dialog-dialog cinta Tuhan yang sering membuat keduanya menangis dalam “Khawf” (khawatir, cemas) dan “Roja” (berharap). Konon pada awal perjalanan sepiritualnya Rabi’ah dibimbing seorang sufi perempuan : Hayyunah. Puisi di atas berasal darinya. Rabi’ah suatu saat mendengarkan temannya bersenandung cinta kepada Tuhan :

Duhai Kekasih-ku Satu-satunya
Engkau yang memberiku kegembiraan membaca tiap malam
Lalu Engkau lepaskan aku ketika siang datang
Duhai Tuhanku, Aku ingin seluruh siang adalah malam
Agar aku selalu mesra bersama-Mu

Rabi’ah tak menikah dan tak ingin menikah dengan laki-laki siapapun. Ia menolak laki-laki yang dating kepadanya, sebesar dan setinggi apapun keilmuan dan kehebatan laki-laki itu. Seluruh hidupnya diliputi oleh gairah cinta kepada Tuhan, tak ada yang lain dan tak ingin yang lain. Hari-harinya disibukkan untuk menyebut Nama-Nya, memuji-Nya, dan merindukan-Nya. Malam-malamnya dihabiskan untuk menjalin keintiman bersama-Nya. Hingga ia menjadi ikon Cinta Tuhan sepanjang sejarah.

Pandangannya tentang cinta kepada Tuhan sedemikian rupa hebatnya, sehingga ia menyerahkan seluruh jiwa raganya kepada Kekasih-nya. Ia menerima apapun yang dilakukan sang Kekasih. Ia rela jika kekasih memasukkannya ke dalam neraka sekalipun. Puisinya mengenai ini sering diungkapkan para sufi :

Ilahy, Jika aku mengabdi kepada-Mu karena takut neraka-Mu, Bentangkan lebar-lebar pintu neraka itu untukku Dan bila aku mengabdi kepada-Mu karena menginginkan surgamu,
Tutup saja pintunya Tetapi bila aku mengabdi kepada-Mu karena cinta, maka bukalah tirai Wajah-Mu hingga aku dapat memandanginya.

Konon, manakalah Rabi’ah pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, ia tak hendak melihat Ka’bah, “Bait Allah”, rumah Tuhan, tetapi ingin melihat Pemilik Ka’bah (Rabb al-Ka’bah).

Cinta acap membuat orang tiba-tiba pandai menggubah puisi. Sejak Rabi’ah mengenal cinta, ia begitu amat piwai menggubah puisi-puisi cinta. Puisi-puisi cintanya mengalir deras dari bibirnya yang basah. Dan bagi Rabi’ah Tuhanlah cinta pertama dan terakhirnya. Hatinya telah tertutup bagi cinta yang lain, bagi selain Tuhan. Katanya suatu saat :

عَرَفْتُ الهَوى مُذ عَرَفْتُ هواك وأغْلَقْتُ قَلْبي عَلىٰ مَنْ عَاداكْ
وقُمْتُ اُناجِيـكَ يا مَن تـَرىٰ خَفايا القُلُوبِ ولَسْنا نراك

Aku mengenal cinta
Sejak aku mengenal cinta-Mu
Hatiku telah terkunci bagi selain-Mu
Aku selalu siap mendesahkan nama-Mu
Duhai, kau Yang Melihat
Seluruh rahasia-rahasia setiap hati
Sedang aku yang tak bisa menatap wajah-Mu

Saat aku menonton film Rabi’ah yang diperankan oleh penyanyi legendari Mesir ; Ummi Kultsum, aku ikut terlibat dalam emosi melankolis manakala ia menyanyikan lagu cinta itu. Ummi Kultsum memerankan Rabi’ah demikian penuh. Dalam munajatnya kepada Tuhan, ia menyenandungkan situasi hatinya dalam puisi-puisi yang manis dan menyayat hati.

يَا سُرُورِى وَمُنْيَتِى وَعِمَادِى وَأَنِيسِى وَعُدَّتِى وَمُرَادِى
أَنْتَ رُوحُ اْلفُؤَادِ أَنْتَ رَجَآئِى أَنْتَ لِى مُؤْنِسٌ وَشَوْقُكَ زَادِى
أَنْتَ لَوْلَاكَ يَا حَيَاتِى وَأُنْسِى مَا تَشَتَّتُ فِى فَسِيحِ الْبِلادِ

Duhai kegembiraanku Duhai rinduku, Duhai tambatan hatiku
Duhai manisku, duhai nyawaku, duhai dambaanku
Engkaulah ruh jiwaku, Engkaulah harapanku
Engkaulah manisku
Rasa rinduku kepadamu adalah nafasku
Duhai Engkau, andai aku tanpa-Mu, duhai hidupku, duhai manisku
Aku tak kan menyusuri jalan terbentang di negeri-negeri

Puisinya yang paling terkenal dan disenandungkan Ummi Kultsum dengan nada-nada yang begitu indah, memilukan dan merengkuh jiwa pendengarnya adalah ini :

أحِبُكَ حُبَيْنِ حُبَ الهَـوىٰ # وحُبْــاً لأنَكَ أهْـل ٌ لـِذَاك
فأما الذي هُوَ حُبُ الهَوىٰ # فَشُغْلِي بذِكْرِكَ عَمَنْ سـِواكْ
وامّـا الذي أنْتَ أهلٌ لَهُ # فَكَشْفُكَ لِى الحُجْبَ حَتىٰ أراكْ
فلا الحَمْدُ في ذا ولا ذاكَ لي # ولكنْ لكَ الحَمْدُ فِي ذا وذاك

Aku mencintai Mu dengan dua cinta
Cinta karena hasrat diriku kepada-Mu
Dan cinta karena hanya Engkau yang memilikinya
Dengan Cinta hasrat, aku selalu sibuk menyebut nama-Mu
Dengan Cinta karena Diri-Mu saja,
Dan tidak yang lain
Karena aku berharap Engkau singkapkan Tirai Wajah-Mu
Biar aku bisa menatap-Mu seluruh
Tak ada puja-puji bagi yang ini atau yang itu
Seluruh puja-puji untuk-Mu saja

Cinta kepada Tuhan adalah puncak dari seluruh perjalanan hidup para pencari Tuhan. Ia bukan hanya milik Rabi’ah, melainkan juga milik para sufi besar lain, seperti Husein Manshur al-Hallaj, Ibnu Arabi, Maulana Jalal al-Din Rumi dan lain-lain. Lalu apakah cinta itu?. Mahmud Mahmud Ghurab menulis puisi :

Cinta adalah rasa
Kau tak paham hakikatnya
Ini sungguh menakjubkan
Sungguh menakjubkan

Cirebon, 09-02-2015

oleh : Buya Husein Muhammad